50 Tahun Bengkulu, Kekerasan Terhadap Perempuan Masih Marak

Bengkulu, Bengkuluone.co.id– Meski telah berusia setengah abad, ternyata perjalanan Provinsi Bengkulu untuk menjadi daerah yang maju dan modern di zaman milenial ini masih diwarnai dengan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Perkosaan masih menjadi momok bagi perempuan dewasa maupun perempuan berusia anak di bumi rafflesia ini.

Yayasan PUPA mencatat sejak januari hingga oktober 2018 menemukan 113 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi Bengkulu. Angka tertinggi terjadi pada bulan Januari 2018 sebanyak 26 kasus. Data dikumpulkan berdasarkan hasil pendokumentasian oleh Yayasan PUPA.

Adapun kasus paling tinggi adalah perkosaan berjumlah dengan persentase 25,66%. Selanjutnya pencabulan 22%, penganiayaan 22%, KDRT 18,6%, dan kasus lainnya seperti pelecehan seksual, Kekerasan dalam pacaran, bully, penelantaran, percobaan pemerkosaan, cyber harassment, hingga femicide (kekerasan pada perempuan yang berakhir pada kematian).

“Kekerasan yang terdata adalah kasus yang dapat dilihat secara langsung, sedangkan kekerasan psikis tidak terdata secara spesifik serta tidak bisa menjadi kasus tunggal, melainkan melapisi kekerasan lain”, kata Grasia Renata Lingga yang merupakan Koordinator Program pada Yayasan Pupa, Minggu pagi (25/11).

Menurut Grasia, dari data yang dirilis oleh Yayasan Pupa tersebut, tidak semua kasus kekerasan itu dilaporkan ke pihak kepolisian setempat. Banyak faktor yang menjadi alasannya. Mulai dari rasa malu, takut, enggan melaporkan, dan sebagainya.

“Catatan juga sih, tidak semua kasus kekerasan itu sampai ke pihak kepolisian. Misal, dia hanya sampai penanganan psikis dan tidak ingin lapor (ke pihak kepolisian). Kita menghitung itu tetap menjadi 1 kasus kekerasan. Jadi, kalau di cek cuma dari pelaporan di Pupa atau yang ditangani oleh kepolisian, jelas akan berbeda (jumlah kasusnya)”, jelas Grasia.

Dari data yang dimiliki oleh Yayasan Pupa, di sepanjang tahun 2018, pelaku dalam kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang paling banyak terjadi pada relasi yang tidak dikenal/diketahui yaitu, sebanyak 24%. Kemudian pelaku adalah teman sebanyak 21,52 %, pelaku adalah suami sebanyak 15,97%, tetangga sebanyak 14,58%, ayah kandung sebanyak 4,166%, pacar sebanyak 3,44%, ayah tiri sebanyak 2,77%, ibu kandung sebanyak 2,77%, wali/guru/kepala sekolah sebanyak 2,08%, dan anak kandung/tiri, kakek, mantan pacar, mantan suami dengan masing-masing jumlah pelaku 1,38%, serta saudara kandung/tiri, paman, mantan calon mertua, saudara ipar dengan jumlah pelaku masing-masing 0,69%.

Berdasarkan data tersebut, pelaku bisa dari orang yang tidak dikenal maupun orang yang baru dikenal oleh korban. Hal ini merupakan temuan dari berkembangnya kasus kekerasan yang tahun sebelumnya paling banyak merupakan keluarga inti korban.

“Data ini menjadi dasar Yayasan PUPA untuk mendorong pemerintah dan masyarakat untuk membangun mekanisme perlindungan berbasis komunitas atau masyarakat. Agar komunitas menjadi kontrol dan tempat pertama bagi korban untuk memperoleh perlindungan”, imbuh Grasia. (Red)

Komentar