Aib dan Kita

Khazanah-bengkuluone.co.id, Seorang yang besar sebenarnya tidaklah begitu hebat. Ia besar dan hebat oleh sebab Allah yang menjadikannya besar dan baik, salah satu caraNya dengan cara menutup aib orang yang kita anggap besar, hebat dan baik itu.

Aib merupakan suatu cela atau kondisi yang tidak baik tentang seseorang. Jika diketahui oleh orang lain, akan membuat rasa malu. Rasa malu ini membawa kepada efek psikologi yang negatif jika tersebar.

Sudah lazim kita temukan aib diumbar, baik di media cetak maupun daring. Dan beribu-ribu kali juga kita menikmati santapan sajiannya, “dengan begitu nikmat”. Satu persatu satu, aib-aib pembesar tampil di muka publik. Masa lalu, masa kelam, dikupas kembali seolah baru saja terjadi. Selain Rasul dan Nabi Allah, siapa yang luput dari dosa. Dosa yang juga aib.

Disaat kita ingin melupakan kepedihan masa-masa kelam yang pernah kita lalui, maka disaat yang sama orang lain mencoba mengupas-upas aib tersebut. Mereka menikmati uraian-uraian kepahitan sebagai santapan yang begitu lezat. Baik demi alasan uang, ketenaran, atau mungkin hanya sekedar penikmat waktu luang.

Aib merupakan kenikmatan bagi sebagian orang. Baik bagi mereka yang terlibat dalam cerita dan pengalaman pahit itu, atau mereka si penjual cerita, bisnis, atau orang yang tidak ada hubungan dan keperluan sekalipun.

Tontonan jual beli aib di stasiun TV, Sosial Media, yang mengumbar aib dari pembesar sampai orang orang kecil pun turut bergulat dengan takdir seorang yang terhimpit. Mereka (atau mungkin kita?) merayakan apa yang disebut “tebar aib”.

Hendaklah kita takut kalau-kalau Allah menampilkan aib kita dipersimpangan jalan yang tak pernah terduga, dan dipenghujungnya aib itu menjadi santapan penjual cerita, media telah berhasil menyebarkan kebaikan dan juga keburukan. Bahkan lebih dari itu, media pun mampu menjungkirbalikkan kebaikan menjadi fitnah dan sebaliknya. Dan media itu salah satunya berada dalam jemari kita, ialah ibu jari.

Dahulu seorang hamba di jaman Nabi Musa A.S. keluar atas panggilan Nabil Allah itu. Lalu ia berkata, “Ya Allah, aku telah bermaksiat kepadamu selama 40 tahun, dan selama itu pula, Engkau menutup aib ku, maka aku bertaubat dan memohon ampunanMu”.

Lalu Allah menyampaikan cintanya kepada orang itu melalu Musa A.S. FirmanNya, “Ya Musa, Aku tidak membuka ‘aibnya padahal ia bermaksiat kepada-Ku, apakah Aku membuka ‘aibnya sedangkan ia taat kepada-Ku?” Dalam kisah lain, seorang pemuda yang pernah berzina datang kepada Khalifah Umar R.A. Ditanyakan kepada sang khalifah, apakah perlu ia menyampaikan kisah kelamnya kepada calon istri cantiknya itu. Khalifah hanya menjawab, tutuplah aib mu sebagaimana allah telah menutup aib dirimu hingga hari ini.

Sahabat, tutuplah aib diri mu. Lakukanlah dengan menutup aib saudaramu. Jaga ibu jarimu dari hal itu. Akhirul kalam, Semoga Allah menjaga dan menutup aib diri kita, didunia dan diakhirat kelak. Aamiin

diubah dari artikel Oleh: Herri Mulyono dengan judul yang sama dilansir dari Islampos.com

 

Komentar