Bengkulu Punya Sosok (4)

“Ketika akan melangkahkan kakiku keluar dari pintu, terdengarlah teriakan bahwa bendera belum ada. Kemudian aku berbalik mengambil bendera yang aku buat tatkala Guntur masih dalam kandungan, satu setengah tahun yang lalu. Bendera itu aku berikan pada salah seorang yang hadir di tempat di depan kamar tidur”. Bunyi kutipan dalam karya tulisan Catatan Kecil Bersama Bung Karno (Fatmawati, 1978: 86).

Bicara tentang Sang Saka, banyak hal yang bisa kita gali. Salah satunya bicara filosofi warna pada Bendera. Warna Merah yang berarti keberanian dan warna Putih berarti kesucian. Dan disinilah sebuah fakta telah bicara, bahwa Fatmawati tidak sekedar berperan sebagai penjahit Bendera Pusaka, sebagaimana yang hanya dipahami oleh para generasi masa sekarang, akan tetapi jiwa dan semangat juang yang telah diperankan beliau terasa sangat jauh dan sangat mendalam.

Dalam kenyataan selama ini, belum pernah ada klaim dari salah seorang pejuang yang mengaku telah mempersiapkan sebuah bendera untuk Kemerdekaan Indonesia, kecuali Fatmawati.

Maka, sungguhlah amat sulit untuk mengukur secara konkrit betapa besarnya jiwa kepahlawanan yang telah beliau sumbangkan kepada Nusa dan Bangsa Indonesia.

Lalu apa perjuangan Fatmawati selanjutnya terhadap Bangsa setelah Bendera Sang Saka berkibar untuk pertama kalinya pada tanggal 17 Agustus 1945?

Gencatan demi gencatan semakin membara yang dihadapkan Ibu Negara Pertama Republik Indonesia ini. Perang gerilya membuat Fatmawati terpisah dari Ir. Soekarno dalam Clash II (1948) dimana Ibu kota Yogyakarta diserang oleh tentara Belanda.

Perjuangan demi perjuangan beliau lakukan tidak hanya untuk tanah kelahirannya tapi untuk Bangsa Indonesia ini. Dan sekarang mari kita ulik bagaimana sosok Fatmawati dalam lintas Kosmo masyarakat Provinsi Bengkulu saat ini.

bersambung…..

Komentar