Bengkulu-bengkuluone.co.id, Menjelang pencoblosan Pilwakot Bengkulu yang akan digelar 27 juni 2018 mendatang indikasi praktek money politic mulai terendus. Banyak warga kota yang mulai menyampaikan desas-desus terkait adanya praktek politik uang menjelang pilwakot Bengkulu.
Sebagaimana disampaikan Ketua RT 30, Kelurahan Kandang, Syaiful Anwar menuturkan kalau dirinya akhir-akhir ini banyak dihubungi oleh nomor yang tidak dikenal untuk mengorganisir warganya. “saya tidak tahu maksudnya untuk apa, tapi banyak yang telpon ke saya untuk sekedar meminta nama-nama warga dan diminta untuk disolidkan, mungkin saja untuk serangan fajar” kata Syaiful.
Namun, Syaiful Anwar menyatakan kalau RT-nya tegas menolak politik uang apapun bentuknya. “RT. 30 insyallah tidak akan menerima hal-hal yang begitu, saya dan warga akan menjadi bagian dari pengawasan publik, kalau ada yang coba-coba bermain akan kita laporkan” tutur Syaiful
Terpisah kandidat calon walikota yang maju via jalur perseorangan, David Suardi menyatakan, politik uang adalah perusakan masif bagi perkembangan demokrasi. Politik uang juga yang menyebabkan masyarakat menjadi manja dengan pemberian-pemberian untuk sekedar ditukar dengan suaranya. “Praktek politik uang telah membuat orang-orang pintar, tulus, dan ikhlas untuk membangun menjadi minder dan kalah sebelum bertanding karena alasan tidak punya uang, politik uang adalah pangkal terjadinya korupsi” Ujar David.
Diketahui terhadap pelaku dan penerima money politic dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana hal ini terdapat dalam Undang-Undang No 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Pada Pasal 187A (1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 Ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah). ayat (2) Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada Ayat (1).
Komentar