Tabot Jejak Syiah di Indonesia

Tabot-bengkuluone.co.id, Banyak orang menduga bahwa Syiah masuk ke Indonesia di zaman modern. Namun keberadaan aliran ini di Nusantara terlihat sejak ratusan tahun lalu. Menurut cendekiawan Jalaluddin Rakhmat, jejak Syiah ini terlihat pada beberapa tradisi di Indonesia.

Misalnya, folklor tabot yang biasanya digelar di Bengkulu. Tradisi ini bertujuan untuk memperingati peristiwa di Karbala ketika keluarga Nabi Muhammad SAW dibantai. Tiap tahun, tabot dihelat sejak 1-10 Muharam.

“Mereka bakal merekonstruksi tragedi Karbala dengan rentetan drama kolosal,” ujar Kang Jalal, panggilan Jalaluddin Rakhmat, Rabu, 29 Agustus 2012. Sekitar seribu orang rencananya ikut merayakan peringatan tabot.

Tradisi tabot datang melalui pedagang India yang kapalnya pernah terdampar di Bengkulu. Masyarakat yang berkecimpung dalam tabot tak menyadari bahwa itu adalah tradisi Syiah. Lantaran itu pula, seribu orang yang bergabung dalam tabot tak semuanya menganut Syiah.

“Tradisi ini juga dilakukan di India, Iran, dan negara lain, namun dengan nama dan cara berbeda,” ujarnya.

Di Indonesia, peringatan tragedi Karbala tak cuma dilakukan di Bengkulu. Masyarakat Minang menamai perayaan tabot dengan ‘tabuik’. Di Jawa, ada tradisi menyediakan bubur merah waktu memasuki Muharam. Kata Kang Jalal, kebudayaan Jawa mengakui hari pembantaian keluarga Nabi Muhammad SAW pada 10 Muharam. Ini terlihat dari penggunaan kata syuro sebagai pengganti Muharam.

“Syuro dari kata As-syuro artinya 10,” kata Kang Jalal. “Dan syuro menggantikan nama Muharam jadi 10 Muharam.”

Cendekiawan ini juga mencontohkan tradisi yasinan. Berdasarkan ajaran, penganut Syiah mempunyai kebiasaan menggelar yasinan untuk memperingati hati kematian seseorang. Mereka juga berziarah ke makam untuk mendoakan orang yang telah meninggal. “Kebiasaan itu diikuti pemeluk Islam, meski tak menganut Syiah,” kata dia. (red)

Sumber: Tempo.co

Komentar